KOTA CIREBON, – Ishtar Vie, penulis berbakat asal Cirebon, kembali menorehkan prestasi dengan meluncurkan novel terbarunya. Setelah sukses dengan novel sebelumnya yang berjudul ‘Mengejar Cakrawala’, kini ia mempersembahkan ‘GEH, The Untold Story’ kepada para pembaca.
Judul ini merujuk pada sosok Gozali El Hamidi, almarhum ayahanda Ishtar Vie, yang dalam novel ini digambarkan sebagai seorang aktivis yang teguh memegang nilai-nilai agama.
Menariknya, Ishtar Vie tidak sendiri dalam menulis kisah inspiratif ini. Sutan Aji Nugraha, suami Ishtar sekaligus menantu dari GEH, turut menyumbangkan tulisan dalam novel tersebut. Kehadiran Pj Sekda Kota Cirebon, M. Arif Kurniawan, yang memberikan apresiasi secara langsung terhadap peluncuran novel ini, menambah kesan pentingnya karya ini bagi masyarakat Cirebon.
Menurut Ishtar Vie, novel ini bukan sekadar biografi, melainkan sebuah “faksi” atau campuran antara fakta dan fiksi yang mengangkat kisah inspiratif dari tokoh GEH. Ishtar mengucapkan terima kasih kepada keluarga besarnya, khususnya kepada Sutan Aji Nugraha, yang selalu mendukungnya hingga novel ini bisa ditulis dengan rapi dan diterbitkan.
Ia berharap, perjuangan dan nilai-nilai yang ditanamkan oleh GEH dapat dikenal lebih luas oleh masyarakat, terutama di Cirebon. Bagi Ishtar, dorongan terbesar dalam menulis novel ini adalah kerinduannya terhadap sosok sang ayah yang telah lama meninggal.
“Ini adalah salah satu cara kami menunjukkan cinta kami kepada beliau, dengan menulis tentang sejarah kehidupannya,” ungkap Ishtar Vie usai peluncuran Novel disalah satu Hotel di Kota Cirebon, Jumat (16/8/2024).
Proses penulisan novel ini, menurut Ishtar, sangat intensif. Selama 30 hari, ia menulis tanpa henti. Meskipun ada jeda sebelum novel ini diterbitkan, Ishtar merasa bersyukur bisa menyelesaikan karya ini. Dalam pandangannya, GEH adalah seorang ayah yang menjadi pendidik yang baik, aktivis yang luar biasa, dan sosok yang memiliki kepedulian besar terhadap seni dan budaya. Dedikasi dan peran yang dijalani GEH menjadi teladan yang patut dicontoh.
“Sebagai pendidik, beliau mengajarkan pentingnya ikatan yang kuat antara guru dan anak didik, tanpa memandang fisik atau status sosial. Beliau meyakini bahwa setiap siswa memiliki potensi yang luar biasa. Sebagai pecinta seni dan budaya, GEH berkarya di dunia seni tanpa pernah melupakan nilai-nilai agama. Karya seninya selalu mencerminkan nilai religius,” tambah Ishtar.
Selain itu, Ishtar menggambarkan GEH sebagai seorang aktivis yang menekankan pentingnya kaderisasi yang berkualitas, bukan hanya sekadar melanjutkan estafet kepemimpinan. Menurutnya, GEH mewariskan bukan hanya kepemimpinan, tetapi juga daya juang dan pola pikir yang berkembang.
“Kita belajar dari beliau bahwa peran ayah dalam keluarga sangat penting, bukan hanya sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai penunjang tumbuh kembang anak-anaknya. Saya yakin dengan hadirnya buku ini, akan lahir kepemimpinan yang berjiwa pemimpin sejati, yang mampu mengembangkan seni dan budaya,” ujar Ishtar.
Sutan Aji Nugraha, yang mengenal GEH hanya dalam waktu dua tahun, juga memberikan pandangannya. Meskipun singkat, ia melihat bahwa kegiatan sehari-hari GEH lebih banyak beroperasi di balik layar. Sutan Aji menggambarkan GEH sebagai pendidik dan tokoh yang dihormati secara politik dan sosial, bahkan oleh mereka yang berbeda pandangan.
“Saya pernah bertemu dengan ‘musuh’ Pak Gozali, tapi bukan dalam konteks seperti Ukraina vs Rusia. Ini adalah musuh dalam bertarung ide dan gagasan. Dia mengakui kehebatan Gozali dalam organisasi politik dan ideologi,” ungkap Sutan Aji.
Peluncuran novel ini juga mendapat apresiasi dari tokoh masyarakat Cirebon, Erry Yudistira Ramadhan, putra dari Effendi Edo. Erry mengaku bangga dengan karya yang diluncurkan oleh Ishtar Vie dan Sutan Aji.
Ia menilai bahwa apa yang dilakukan oleh pasangan ini merupakan contoh yang patut diikuti oleh putra-putri asli Cirebon lainnya. Ia juga menyebutkan bahwa novel ini berhasil mempertahankan keaslian budaya Cirebon, yang terlihat dari motif mega mendung yang menghiasi sampul buku.
“Ini menunjukkan bahwa mereka tidak melupakan ciri khas Cirebon,” tuturnya dengan bangga.